Senin
pertama di bulan ini, 7 September 2015 BPS kedatangan tamu Kepala Badan
Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) seluruh Indonesia. Kedatangan
mereka tentu ada agenda khusus, yakni menghadiri acara sosialisasi
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Metode Baru. Acara tersebut dibuka
secara resmi oleh Kepala BPS, Suryamin.
Dijelaskan Suryamin, bahwa kegiatan ini merupakan hasil kerja sama antara Badan Pusat Statistik (BPS), United Nations Development Programme (UNDP),
dan Bappenas dalam rangka memperkuat percepatan pelaksanaan MDGs (kini
masuk SDGs, Sustainable Development Goals) di Indonesia. Selain Kepala
Bappeda, nampak hadir pula seluruh Kepala BPS Provinsi, perwakilan UNDP,
serta undangan dari kementerian/lembaga serta akademisi.
Deputi
Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan, Nina Sardjunani, Deputi
Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, HR. Agus Sartono serta Deputy Country Director United Nations Development Programme, Mr. Stephen Rodriques hadir menyampaikan dukungan dan apresiasi kepada BPS.
Suryamin menegaskan, penyediaan data IPM ditujukan sebagai alat perencanaan dan evaluasi kebijakan pemerintah.
Salah satu contoh pemanfaatan IPM yang cukup penting adalah sebagai
basis dalam alokasi dana untuk daerah, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU).
Sangat ideal, dalam acara ini, Kepala BPS Provinsi dan Kepala Bappeda
duduk bersamaan menyimak ulasan IPM Metode Baru, yang disampaikan oleh
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik, Suhariyanto. Data IPM kerap
menjadi topik hangat baik di daerah, pusat hingga pembahasan asumsi
makro di DPR-RI. Indikator IPM menggambarkan keberhasilan target
pembangunan pemerintah. Khusus tamu Bappeda dan Kepala BPS Provinsi
disediakan kelas diskusi panel hingga sore di hari yang sama.
Nina Sardjunani menegaskan, yang
baru dari IPM ini adalah metode penghitungannya. Adapun tujuan IPM
masih sama, yakni sebagai alat atau suatu nilai yang mewakili (proksi)
ukuran pembangunan manusia. Membangun
manusia mengandung arti meningkatkan status kesehatan, meningkatkan
taraf pendidikan, menurunkan kesenjangan, menyediakan lapangan
pekerjaan, membangun modal sosial, dan lain sebagainya. Data PM dapat
dijadikan sebagai alat advokasi bagi kebijakan politik, dapat
dibandingkan antar daerah dan antar waktu.
Perubahan metode penghitungan IPM dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Beberapa indikator seperti Angka Melek Huruf (AMH) sudah tidak relevan dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan. AMH di sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan tingkat pendidikan antar daerah dengan baik. Dari waktu ke waktu, BPS selalu menyempurnakan metodologi, untuk memperoleh suatu ukuran yang lebih valid dan reliable.
Selengkapnya dapat dilihat pada Booklet IPM metode baru.
(Dikutip dari: bps.go.id)